Breaking

LightBlog

Senin, 24 April 2017

MAKALAH MATEMATIKA PENALARAN

BAB I
PENDAHULUAN


1.      Latar Belakang

Penalaran merupakan kegiatan, proses atau aktivitas berpikir untuk menarik suatu kesimpulan atau membuat suatu pernyataan baru berdasar pada beberapa pernyataan yang diketahui benar ataupun yang dianggap benar yang disebut premis. Penalaran induktif adalah proses penalaran untuk menarik kesimpulan atau proses berfikir yang menghubung-hubungka fakta-fakta atau evidensi-evidensi yang bersifat khusus yang  sudah diketahui menuju kesimpulan yang bersifat umum (general).Penalaran deduktif adalah proses penalaran atau proses berfikir dari hal-hal yang bersifat umum (general) yang kemudian dibuktikan kebenarannya dengan menggunakan fakta-fakta atau evidensi-evidensi yang bersifat khusus.Proses penalaran induktif dan deduktif dapat digunakan dan sama-sama berperan penting dalam mempelajari matematika. Pembelajaran dan pemahaman konsep dapat diawali secara induktif melalui pengalaman peristiwa nyata atau intuisi. Proses induktif-deduktif yang digunakan untuk mempelajari konsep matematika kegiatannya dapat dimulai dengan beberapa contoh atau fakta yang teramati, membuat daftar sifat yang muncul (sebagai gejala), memperkirakan hasil baru yang diharapkan, yang kemudian dibuktikan secara deduktif. 

2.      Rumusan Masalah
1)      Apa itu penalaran
2)      Apa itu penalaran induktif dan deduktif

3.      Tujuan
1)      Mengetahui apa itu penalaran
2)      Mengetahui apa itu penalaran induktif dan deduktif

BAB II
PEMBAHASAN

1.      Penalaran

Untuk memahami pengertian penalaran dalam pembelajaran matematika, ada baiknya simak beberapa contoh berikut ini:
1)      Jika Andi lebih tinggi dari Bani dan Bani lebih tinggi dari Chandra, maka Andi akan lebih tinggi dari Chandra.
2)      Jika Johan berumur 10 tahun dan Amir berumur dua tahun lebih tua, maka Amir berumur 12 tahun.
3)      Jika besar dua sudut pada suatu segitiga adalah 600 dan 1000 maka sudut yang ketiga adalah 1800 – (1000 + 600) = 200. Hal ini didasarkan pada teori matematika yang menyatakan bahwa jumlah besar sudut-sudut suatu segitiga adalah 1800.
4)      Untuk menentukan hasil dari 998 + 1236 maka dapat dilakukan dengan cara mengambil (meminjam) 2 nilai dari 1236 untuk ditambahkan ke 998 sehingga menjadi 1000. Dengan demikian 998 + 1236 sama nilainya dengan 1000 + 1234 yang bernilai 2234. Jadi, 998 + 1236 = 1000 + 1234 = 2234.[1]

Dari contoh-contoh yang telah diuraikan di atas, kita dapat menyimak bahwa suatu kesimpulan dapat ditentukan setelah terjadi proses analisis terhadap fakta-fakta yang ada yang telah diketahui. Proses pengambilan kesimpulan berdasarkan fakta-fakta yang ada tersebut dikenal dengan istilah penalaran. Istilah penalaran atau reasoning dijelaskan oleh Copi (1978) sebagai berikut: “Reasoning is a special kind of thinking in which inference takes place, in which conclusions are drawn from premises”.[2] Dengan demikian jelaslah bahwa penalaran merupakan kegiatan, proses atau aktivitas berpikir untuk menarik suatu kesimpulan atau membuat suatu pernyataan baru berdasar pada beberapa pernyataan yang diketahui benar ataupun yang dianggap benar yang disebut premis. Istilah lain yang sangat erat dengan istilah penalaran adalah argumen.[3]

Giere (1984) menyatakan: “An argument is a set of statements divided into two parts, the premises and the intended conclusion”.[4] Dapatlah disimpulkan sekarang bahwa pernyataan yang menjadi dasar penarikan suatu kesimpulan inilah yang disebut dengan premis atau antesedens. Sedang hasilnya, suatu pernyataan baru yang merupakan kesimpulan disebut dengan konklusi atau konsekuens. Dari dua definisi tadi akan  jelaslah bahwa ada kesamaan antara penalaran dan argumen. Beda kedua istilah itu menurut Soekardijo (1988) adalah, kalau penalaran itu aktivitas pikiran yang abstrak maka argumen ialah lambangnya yang berbentuk bahasa atau bentuk-bentuk lambang lainnya. [5]

A.    Penalaran Induktif
Kalau hujan dengan lebat, biasanya kita akan membuat kesimpulan bahwa : sebentar lagi akan terjadi banjir. Kesimpulan yang diambil diatas merupakan suatu dugaan. Dugaan tersebut diambil berdasar pada pengalaman sebab biasanya kalau hujan turun, maka dimana – mana terdapat genangan air karena tersumbatnya saluran.
Berikut ini satu contoh lain dari penarikan kesimpulan seperti diatas dalam matematika, ditentukannya perbandingan antara garis tengan dan keliling lingkaran. Jika dilakukan pengukuran dari beberapa roda sepeda yang berbeda ukuran keliling jari – jarinya, ternyata dari pengukuran tersebut diperoleh perbandingan atau hasil bagi panjang keliling dengan panjang garis tengahnya selalu sama, yaitu sekitar  atau 3,14.
Dua contoh diatas merupakan contoh pemikiran induktif. Dengan demikian, dapat kita simpulkan bahwa berpikir induktif adalah berpikir menggunakan kejadian atau pengalaman yang sering dijumpai, disimpulkan menjadi kebenaran secara umum.
Contoh :
1 + 3 =
1 + 3 + 5 =
1 + 3 + 5 + 7 =
Tentukan jumlah dari : 1 + 3 + 5 … + (2n – 1)
Jawab :
1, 3, 5, 7, 9,…,2n – 1 merupakan bilangan ganjil
1 dan 3 merupakan dua bilangan ganjil pertama berjumlah 4 =
1, 3, dan 5 merupakan tiga bilangan ganjil pertama dan berjumlah 9 =
1, 3, 5, 7 dan 9 merupakan 4 bilangan ganjil pertama dan berjumlah 16 =

      Dari contoh diatas dapat diduga jumlah dari 10 bilangan ganjil pertama adalah
Atau      
1 + 3 + 5 + 7 + 9 + 11 + 13 + 15 + 17 + 19 = 
3 adalah suku ke–2 dari bilanagan ganjil
5 adalah suku ke–3 dari bilangan ganjil
7 adalah suku ke-4 dari bilangan ganjil
(2n – 1) merupakan suku ke-n dari bilangan ganjil, jadi jumlah dari 1 + 3 + 5 + …. + (2n – 1) =  [6]











B.     Penalaran Deduktif
Berlawanan dengan pemkiran induktif adalah berpikir deduktif. Dalam matematika sering terjadi bahwa aturan – aturan `dicoba dibuktikan kebenarannya sebelum ditetapkan sebabagai aturan umum. Setelah terbukti kebenarannya barulah atura tersebut dinyatakan sah dan dapat diterapkan pada persoalan – persoalan yang istimewa sekalipun. Cara berpikir dengan cara tersebut adalah cara berpikir yang mengakui kebenaran secara umum berlaku pada hal hal khusus.
Sistem matematika pada umumnya disusun dengan sistem yang terdiri dari :
1)       Hukum – hukum logika ( postulat – postulat  dan dalil – dalil dari logika);
2)      Himpunan istilah yang tidak didefenisikan
3)      Himpunan istilah yang didefenisikan
4)      Himpunan postulat yang kebenarannya sudah ditetapkan (aksioma)
5)      Himpunan dalil yang kebenaranya sudah dibuktikan.

Dari uraian dan contoh diatas dapat disimpulkan bahwa penalaran induktif berawal dari hal – hal yang khusus menuju ke umum, sedang penalaran deduktif berpangkal dari umum ke khusus.



Perhaikan contoh penalaran berikut ini.

“ Untuk sembarang segitiga siku – siku berlaku kuadrat hipotenusa (sisi miring) sama dengan jumlah kuadrat siku – sikunya.”[7]


           



BAB III
PENUTUP


KESIMPULAN

Penalaran merupakan kegiatan, proses atau aktivitas berpikir untuk menarik suatu kesimpulan atau membuat suatu pernyataan baru berdasar pada beberapa pernyataan yang diketahui benar ataupun yang dianggap benar yang disebut premis. Penalaran induktif adalah proses penalaran untuk menarik kesimpulan atau proses berfikir yang menghubung-hubungka fakta-fakta atau evidensi-evidensi yang bersifat khusus yang  sudah diketahui menuju kesimpulan yang bersifat umum (general).
Penalaran deduktif adalah proses penalaran atau proses berfikir dari hal-hal yang bersifat umum (general) yang kemudian dibuktikan kebenarannya dengan menggunakan fakta-fakta atau evidensi-evidensi yang bersifat khusus. Proses penalaran induktif dan deduktif dapat digunakan dan sama-sama berperan penting dalam mempelajari matematika.















DAFTAR PUSTAKA


Endang setyo winarni, M.Pd MATEMATIKA UNTUK PGSD, Rosda, Bandung.2012.
Copi, I.M. (1978). Introduction to Logic. New York: Macmillan.
Giere, R. N. (1984). Understanding Scientific Reasoning (2ndEdition). New York: Holt, Rinehart and Winston.
Ruseffendi, E.T. (1989). Dasar-Dasar Matematika Modern dan Komputer untuk Guru Edisi keempat. Bandung: Tarsito.
Ruseffendi, E.T. (1991). Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA.Bandung: Tarsito.
Shadiq, F (2004). Penalaran, Pemecahan Masalah dan Komunikasi Dalam Pembelajaran Matematika. Yogyakarta: PPPG.
Soekardijo, R.G. (1988). Logika Dasar, Tradisionil, Simbolik dan Induktif. Jakarta:  Gramedia. Depdinas. (2006). Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan. Jakarta: Permendiknas 2006.
Farikhin, (2006). Paket Penggemar Matematika, Strategi Pemecahan Masalah untuk SMA. Yogyakarta: PPPG.

http://bdkbandung.kemenag.go.id/jurnal/132-penalaran-dalam-pembelajaran-matematika-mi





[1] Ruseffendi, E.T. (1989). Dasar-Dasar Matematika Modern dan Komputer untuk Guru Edisi keempat. Bandung: Tarsito. Hal : 32

[2] Copi, I.M. (1978). Introduction to Logic. New York: Macmillan. Hal : 125
[3] Soekardijo, R.G. (1988). Logika Dasar, Tradisionil, Simbolik dan Induktif. Jakarta:  Gramedia.hal : 51

[4] Giere, R. N. (1984). Understanding Scientific Reasoning (2ndEdition). New York: Holt, Rinehart and Winston. Hal : 236

[5] Shadiq, F (2004). Penalaran, Pemecahan Masalah dan Komunikasi Dalam Pembelajaran Matematika. Yogyakarta: PPPG.hal  8

[6] Endang setyo winarni, M.Pd MATEMATIKA UNTUK PGSD, Rosda, Bandung.2012. hal : 2-3
[7] Ibid. hal 4-5

1 komentar:

Adbox